“And
so she stopped at the planet Venus to see if that might be the place.
But when she sipped the atmosphere, she exclaimed, “Oh no! This is much
too hot!”.
Then she went to Mars, and once more cried out.”Here it’s much too thin and cold!”
At last, however, she came to Earth, and when she tasted the sweet air she sang in delight. “Ah, now this one is just right! Not too hot, and not too cold.”
(Earth by David Brin)
Then she went to Mars, and once more cried out.”Here it’s much too thin and cold!”
At last, however, she came to Earth, and when she tasted the sweet air she sang in delight. “Ah, now this one is just right! Not too hot, and not too cold.”
(Earth by David Brin)
Diantara kelelahan setelah menjelajah Tata Surya,
akhirnya tempat persinggahan pun ditemukan. Venus terlalu panas, Mars
pun terlalu tipis atmosfernya dan dingin. Hanya Bumilah yang pas untuk
ditempati. Ternyata tidak mudah juga mencari daerah persinggahan untuk
memulai hidup baru di alam semesta yang luas ini. Satu per satu tempat
disinggahi tapi tak satupun yang bisa memberi sebuah kenyamanan.
Tapi, suatu hari di masa depan, terjadi perubahan
besar pada iklim global di Bumi. Perubahan iklim mengubah wajah
permukaan Bumi. Bumi yang dulunya rimbun, subur dan nyaman untuk
ditempati, menjadi tempat yang tandus dan gersang. Perjalanan mencari
daerah baru pun dimulai.
Dalam film seperti Star Trek atau Alien, sepertinya
mudah membangun imajinasi tentang makhluk pintar dari sudut lain alam
semesta yang dituangkan dalam sebuah film. Tapi bagaimanakah
kenyataannya? Tak semudah itu mencari daerah yang pas untuk hidup.
Lantas kemanakah mencari daerah baru yang bisa mendukung potensi
kehidupan seperti di Bumi?
Kita ini manusia yang hidup di Bumi. Segala sesuatu
yang kita cari mengenai kehidupan, akhirnya akan mengacu pada kehidupan
kita. Karena memang hanya kehidupan Bumilah yang bisa menjadi petunjuk,
dan titik awal penelusuran.
Di Bumi, air diindikasikan sebagai komponen vital
dalam kehidupan. Karena itu pencarian difokuskan pada daerah yang
memiliki kemungkinan keberadaan air dalam bentuk cairan. Air seperti ini
biasanya berada pada suhu 0 – 100 derajat Celsius dengan tekanan 1
atmosfer. Tapi, pada temperatur dibawah 70 derajat celsius pun masih ada
kehidupan yang bisa bertahan.
Dalam sistem tata surya maupun ekstrasolar planet
sebagian besar planet bergerak mengelilingi bintang. Di bintang, ada
daerah disekitarnya dimana air dalam bentuk cairan bisa ditemukan
dipermukaan planetnya. Daerah ini dikenal sebagai Habitable Zone (HZ)
atau daerah pendukung kehidupan.
Tapi perlu juga diketahui kalau rentang HZ pada
setiap bintang berbeda. Selain itu, tidak semua daerah dalam rentang HZ
bisa menjadi tempat yang nyaman untuk tumbuhnya kehidupan. Tepi dalam HZ
merupakan daerah yang panas. Disini, air yang ada di planet terurai
menjadi oksigen dan hidrogen. Di sisi lain, kondensasi karbondioksida
pada tepi luar HZ justru mengeliminasi efek pemanasan rumah kaca. Efek
rumah kaca disini berperan untuk menaikkan temperatur pada permukaan
planet.
Bintang Pendukung Kehidupan
Tidak mudah mencari bintang yang bisa mendukung kehidupan, karena tidak ada bintang yang persis sama dengan Matahari. Padahal bisa dibilang Matahari itu sangat ideal bagi kehidupan. Bulan September 2003, astrobiolog Maggie Turnbull dari Universitas Arizona mengidentifikasikan 30 bintang dari 5000 bintang yang berjarak 100 tahun cahaya dari Bumi, sebagai kandidat induk kehidupan Bumi yang kompleks. Pencarian ini merupakan bagian dari proyek Allen Telescope Array dari SETI yang akan selesai tahun 2005 ini. Sebagai langkah awal, pencarian dilakukan pada bintang tunggal seperti Matahari.
Tidak mudah mencari bintang yang bisa mendukung kehidupan, karena tidak ada bintang yang persis sama dengan Matahari. Padahal bisa dibilang Matahari itu sangat ideal bagi kehidupan. Bulan September 2003, astrobiolog Maggie Turnbull dari Universitas Arizona mengidentifikasikan 30 bintang dari 5000 bintang yang berjarak 100 tahun cahaya dari Bumi, sebagai kandidat induk kehidupan Bumi yang kompleks. Pencarian ini merupakan bagian dari proyek Allen Telescope Array dari SETI yang akan selesai tahun 2005 ini. Sebagai langkah awal, pencarian dilakukan pada bintang tunggal seperti Matahari.
Seandainya air bisa ditemukan di planet, kehidupan
belum tentu bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Ada faktor lain yang
juga mempengaruhi, seperti usia hidup bintang. Untuk bintang bermassa
kecil (< 1,5 massa Matahari), usia hidupnya cukup panjang. Ini bisa
memberikan kesempatan bagi munculnya kehidupan sampai kehidupan itu
berevolusi. Sayangnya, daerah HZ -nya pada bintang seperti ini sangat
sempit. Hal ini memperkecil kemungkinan ditemukannya planet pada daerah
tersebut.
Pada bintang bermassa besar ( > 1,5 massa
Matahari) daerah HZ-nya cukup lebar. Pas untuk terbentuknya planet
terrestrial. Sayangnya, usianya pendek. Akibatnya, kehidupan yang
terbentuk tidak bertahan lama. Diperkirakan pada bintang bermassa paling
besar yang cocok pun kehidupan hanya bisa berlangsung sekitar dua
miliar tahun. Pada kondisi ini planet tidak memiliki waktu untuk
membentuk kehidupan di permukaan tanahnya (contoh : pohon).
Daerah pendukung kehidupan di Tata Surya
Di Tata Surya, rentang HZ ada disekitar Matahari, dimulai dari daerah sekitar Venus sampai disekitar Mars. Bumilah satu-satunya planet di dalam rentang HZ Matahari. Tapi ternyata, air juga bisa ada di luar rentang HZ. Foto yang diambil Mars Global Surveyor menunjukkan bukti keberadaan air dalam bentuk cairan pernah ada di Mars.
Di Tata Surya, rentang HZ ada disekitar Matahari, dimulai dari daerah sekitar Venus sampai disekitar Mars. Bumilah satu-satunya planet di dalam rentang HZ Matahari. Tapi ternyata, air juga bisa ada di luar rentang HZ. Foto yang diambil Mars Global Surveyor menunjukkan bukti keberadaan air dalam bentuk cairan pernah ada di Mars.
Venus diperkirakan pernah memiliki air dalam jumlah
yang besar. Tapi saat ini air tersebut telah kering dan tanah Venus
tidak subur lagi. Bahkan bila terjadi hujan (hujannya mengandung sulfur
dan karbondioksida yang tinggi), air dalam bentuk apapun sudah menguap
sebelum menyentuh permukaan Venus.
Temperatur permukaan Venus luar biasa panas.
Penguapan yang terjadi melepaskan karbondioksida yang kemudian
terperangkap di atmosfer, sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Adanya
efek rumah kaca justru menaikkan temperatur permukaan. Akibatnya,
penguapan makin besar, karbondioksida makin banyak terperangkap.
Akibatnya Venus menjadi daerah yang sangat panas. Temperaturnya saat ini
482 derajat Celsius, kondisi yang tidak memungkinkan untuk keberadaan
air dalam bentuk cairan.
Bagaimana dengan Mars? Planet Merah ini terlalu kecil
untuk bisa menopang keberadaan plat vulkanik. Di awal sejarahnya, Mars
memiliki aktivitas vulkanik, yang melepaskan karbondioksida dan
memberikan panas yang cukup pada atmosfer. Saat itu, air dalam bentuk
cairan bisa ada di permukaan. Tapi kemudian aktivitas vulkanik planet
Merah ini menurun dan berhenti sama sekali. Tak pelak lagi
karbondioksida berkurang karena diserap lapisan kerak Mars. Atmosfer
Mars kemudian menipis dan suhunya hanya -60 derajat Celsius. Permukaan
planet jadi gersang akibat sinar ultraviolet. Selain itu air di
permukaan sungai menguap sedangkan air yang temperaturnya lebih rendah
membeku didalam tanah.
Berbeda dengan Bumi, si planet Biru, aktivitas
vulkanik pada awal sejarah menyebabkan sejumlah besar karbondioksida
dilepaskan ke atmosfer. Tapi kemudian pelepasan karbondioksida di Bumi
berkurang secara bertahap diikuti siklus pertukaran karbon.
Voila ! Kehidupan pun dimulai.
Adakah Kehidupan di Satelit Planet Raksasa ?
Di Tata Surya, selain pada planet indikasi keberadaan air juga ditemukan pada dua satelit planet raksasa. Keduanya adalah Europa satelit milik Jupiter, dan Titan satelit Saturnus. Kok bisa ada air di tempat yang notabene jauh dari Matahari?
Di Tata Surya, selain pada planet indikasi keberadaan air juga ditemukan pada dua satelit planet raksasa. Keduanya adalah Europa satelit milik Jupiter, dan Titan satelit Saturnus. Kok bisa ada air di tempat yang notabene jauh dari Matahari?
Pada satu waktu, para peneliti mempercayai kalau
permukaan Europa yang dingin diselubungi oleh lapisan es yang padat.
Foto yang diambil penjejak angkasa Galileo mengungkapkan kalau permukaan
putih esnya ditandai oleh garis panjang berwarna dengan beberapa kawah
akibat tumbukan. Kurangnya kawah dan retakan pada permukaan es
menandakan ada sesuatu yang secara konstan memecah dan menggantikan es
tersebut. Kemungkinan berasal dari lautan dibawah lapisan es tersebut.
Darimana lautnya berasal? Tampaknya, gravitasi pasang surut yang
ditimbulkan Jupiter cukup kuat untuk bisa membentuk pemanasan internal.
Pemanasan internal inilah yang digunakan untuk menjaga keberadaan air
dalam bentuk cairan.
Alternatif untuk membuktikan keberadaan kehidupan
pada suhu yang dingin adalah dengan meneliti Danau Vostok yang terkubur
4km dibawah antartika. Dari penggalian sedalam 120 meter ditemukan
adanya kehidupan dalam inti es. Dengan kata lain mungkin saja di Europa
ada kehidupan.
Disisi lain, Titan, bulan terbesar Saturnus memiliki
atmosfer yang tebal. Komponen utama atmosfer di Titan adalah Nitrogen,
diikuti oleh Argon dan Metana dalam jumlah yang lebih kecil. Selain itu
atmosfer Titan juga ditemukan senyawa organik seperti hidrokarbon cair.
Hidrokarbon ini terbentuk sebagai metana, dan mendominasi lapisan atas
atmosfer. Sementara itu cairan hidrokarbonnya diperkirakan menjadi hujan
bagi permukaan Titan. Hujan hidrokarbon inilah yang membentuk danau
besar di permukaan Titan. Selain itu hujan ini juga menciptakan kondisi
yang mirip dengan Bumi purba saat kehidupan terrestrial baru dimulai.
Di Bumi, ketersediaan Metana berasal dari hasil
metabolisme berbagai organisme. Karena itu, jika memang Titan merupakan
perwujudan dari Bumi purba, Metana yang ada disana bisa dikatakan
merupakan tanda kehidupan. Jika ditilik dari temperaturnya, Titan tidak
termasuk tempat yang nyaman untuk dihuni, jika mengacu pada kehidupan
Bumi. Di Titan, air ditemukan dalam bentuk es karena temperaturnya
terlalu dingin (-180 derajat Celsius).
Pencarian Ekstrasolar Planet
Extrasolar planet pertama kali ditemukan pada pulsar. Namun pada tahun 1995 astronom asal Swiss, Michel Mayor dan Didier Queloz menemukan extrasolar planet pertama pada bintang mirip Matahari yakni 51 Pegasi. Semenjak itu sistem extrasolar planet lain mulai banyak, termasuk free floating planet (planet yang mengambang bebas tidak mengitari bintang induk). Free floating planet diperkirakan merupakan planet yang terlontar dari sistem planetnya.
Extrasolar planet pertama kali ditemukan pada pulsar. Namun pada tahun 1995 astronom asal Swiss, Michel Mayor dan Didier Queloz menemukan extrasolar planet pertama pada bintang mirip Matahari yakni 51 Pegasi. Semenjak itu sistem extrasolar planet lain mulai banyak, termasuk free floating planet (planet yang mengambang bebas tidak mengitari bintang induk). Free floating planet diperkirakan merupakan planet yang terlontar dari sistem planetnya.
Sampai saat ini planet yang ditemukan pada sistem
ekstrasolar planet masih berkisar pada planet gas raksasa bermassa
Jupiter dan Saturnus. Dan keberadaan Bumi dalam sistem ekstrasolar belum
diketahui. Tapi jika ada, apakah planet-planet tersebut bisa stabil
atau justru hancur sebelum kehidupan sempat berevolusi. Saat ini semua
masih misteri tapi yang pasti pencarian terus berlanjut.
Pencarian Bumi lain terus berlanjut. Mungkin suatu
hari kita tidak hanya menemukan saudara kembar Bumi di sudut lain
alam semesta tapi juga kehidupan lain yang selama ini diimajinasikan
dalam film fiksi sains.
Habitable zones assume that liquid water on the surface of a planet is essential for life – and that might not be true
Tidak ada komentar:
Posting Komentar