Kamis, 08 November 2012

Looking For Another Earth

“And so she stopped at the planet Venus to see if that might be the place. But when she sipped the atmosphere, she exclaimed, “Oh no! This is much too hot!”.
Then she went to Mars, and once more cried out.”Here it’s much too thin and cold!”
At last, however, she came to Earth, and when she tasted the sweet air she sang in delight. “Ah, now this one is just right! Not too hot, and not too cold.”
(Earth by David Brin)


Diantara kelelahan setelah menjelajah Tata Surya, akhirnya tempat persinggahan pun ditemukan. Venus terlalu panas, Mars pun terlalu tipis atmosfernya dan dingin. Hanya Bumilah yang pas untuk ditempati. Ternyata tidak mudah juga mencari daerah persinggahan untuk memulai hidup baru di alam semesta yang luas ini. Satu per satu tempat disinggahi tapi tak satupun yang bisa memberi sebuah kenyamanan.
Tapi, suatu hari di masa depan, terjadi perubahan besar pada iklim global di Bumi. Perubahan iklim mengubah wajah permukaan Bumi. Bumi yang dulunya rimbun, subur dan nyaman untuk ditempati, menjadi tempat yang tandus dan gersang. Perjalanan mencari daerah baru pun dimulai.
Dalam film seperti Star Trek atau Alien, sepertinya mudah membangun imajinasi tentang makhluk pintar dari sudut lain alam semesta yang dituangkan dalam sebuah film. Tapi bagaimanakah kenyataannya? Tak semudah itu mencari daerah yang pas untuk hidup. Lantas kemanakah mencari daerah baru yang bisa mendukung potensi kehidupan seperti di Bumi?
Mengapa harus mirip Bumi??
Kita ini manusia yang hidup di Bumi. Segala sesuatu yang kita cari mengenai kehidupan, akhirnya akan mengacu pada kehidupan kita. Karena memang hanya kehidupan Bumilah yang bisa menjadi petunjuk, dan titik awal penelusuran.
Di Bumi, air diindikasikan sebagai komponen vital dalam kehidupan. Karena itu pencarian difokuskan pada daerah yang memiliki kemungkinan keberadaan air dalam bentuk cairan. Air seperti ini biasanya berada pada suhu 0 – 100 derajat Celsius dengan tekanan 1 atmosfer. Tapi, pada temperatur dibawah 70 derajat celsius pun masih ada kehidupan yang bisa bertahan.
Dalam sistem tata surya maupun ekstrasolar planet sebagian besar planet bergerak mengelilingi bintang. Di bintang, ada daerah disekitarnya dimana air dalam bentuk cairan bisa ditemukan dipermukaan planetnya. Daerah ini dikenal sebagai Habitable Zone (HZ) atau daerah pendukung kehidupan.
Tapi perlu juga diketahui kalau rentang HZ pada setiap bintang berbeda. Selain itu, tidak semua daerah dalam rentang HZ bisa menjadi tempat yang nyaman untuk tumbuhnya kehidupan. Tepi dalam HZ merupakan daerah yang panas. Disini, air yang ada di planet terurai menjadi oksigen dan hidrogen. Di sisi lain, kondensasi karbondioksida pada tepi luar HZ justru mengeliminasi efek pemanasan rumah kaca. Efek rumah kaca disini berperan untuk menaikkan temperatur pada permukaan planet.
Bintang Pendukung Kehidupan
Tidak mudah mencari bintang yang bisa mendukung kehidupan, karena tidak ada bintang yang persis sama dengan Matahari. Padahal bisa dibilang Matahari itu sangat ideal bagi kehidupan. Bulan September 2003, astrobiolog Maggie Turnbull dari Universitas Arizona mengidentifikasikan 30 bintang dari 5000 bintang yang berjarak 100 tahun cahaya dari Bumi, sebagai kandidat induk kehidupan Bumi yang kompleks. Pencarian ini merupakan bagian dari proyek Allen Telescope Array dari SETI yang akan selesai tahun 2005 ini. Sebagai langkah awal, pencarian dilakukan pada bintang tunggal seperti Matahari.
Seandainya air bisa ditemukan di planet, kehidupan belum tentu bisa tumbuh dan berkembang dengan baik. Ada faktor lain yang juga mempengaruhi, seperti usia hidup bintang. Untuk bintang bermassa kecil (< 1,5 massa Matahari), usia hidupnya cukup panjang. Ini bisa memberikan kesempatan bagi munculnya kehidupan sampai kehidupan itu berevolusi. Sayangnya, daerah HZ -nya pada bintang seperti ini sangat sempit. Hal ini memperkecil kemungkinan ditemukannya planet pada daerah tersebut.
Pada bintang bermassa besar ( > 1,5 massa Matahari) daerah HZ-nya cukup lebar. Pas untuk terbentuknya planet terrestrial. Sayangnya, usianya pendek. Akibatnya, kehidupan yang terbentuk tidak bertahan lama. Diperkirakan pada bintang bermassa paling besar yang cocok pun kehidupan hanya bisa berlangsung sekitar dua miliar tahun. Pada kondisi ini planet tidak memiliki waktu untuk membentuk kehidupan di permukaan tanahnya (contoh : pohon).
Daerah pendukung kehidupan di Tata Surya
Di Tata Surya, rentang HZ ada disekitar Matahari, dimulai dari daerah sekitar Venus sampai disekitar Mars. Bumilah satu-satunya planet di dalam rentang HZ Matahari. Tapi ternyata, air juga bisa ada di luar rentang HZ. Foto yang diambil Mars Global Surveyor menunjukkan bukti keberadaan air dalam bentuk cairan pernah ada di Mars.
Venus diperkirakan pernah memiliki air dalam jumlah yang besar. Tapi saat ini air tersebut telah kering dan tanah Venus tidak subur lagi. Bahkan bila terjadi hujan (hujannya mengandung sulfur dan karbondioksida yang tinggi), air dalam bentuk apapun sudah menguap sebelum menyentuh permukaan Venus.
Temperatur permukaan Venus luar biasa panas. Penguapan yang terjadi melepaskan karbondioksida yang kemudian terperangkap di atmosfer, sehingga menimbulkan efek rumah kaca. Adanya efek rumah kaca justru menaikkan temperatur permukaan. Akibatnya, penguapan makin besar, karbondioksida makin banyak terperangkap. Akibatnya Venus menjadi daerah yang sangat panas. Temperaturnya saat ini 482 derajat Celsius, kondisi yang tidak memungkinkan untuk keberadaan air dalam bentuk cairan.
Bagaimana dengan Mars? Planet Merah ini terlalu kecil untuk bisa menopang keberadaan plat vulkanik. Di awal sejarahnya, Mars memiliki aktivitas vulkanik, yang melepaskan karbondioksida dan memberikan panas yang cukup pada atmosfer. Saat itu, air dalam bentuk cairan bisa ada di permukaan. Tapi kemudian aktivitas vulkanik planet Merah ini menurun dan berhenti sama sekali. Tak pelak lagi karbondioksida berkurang karena diserap lapisan kerak Mars. Atmosfer Mars kemudian menipis dan suhunya hanya -60 derajat Celsius. Permukaan planet jadi gersang akibat sinar ultraviolet. Selain itu air di permukaan sungai menguap sedangkan air yang temperaturnya lebih rendah membeku didalam tanah.
Berbeda dengan Bumi, si planet Biru, aktivitas vulkanik pada awal sejarah menyebabkan sejumlah besar karbondioksida dilepaskan ke atmosfer. Tapi kemudian pelepasan karbondioksida di Bumi berkurang secara bertahap diikuti siklus pertukaran karbon.
Voila ! Kehidupan pun dimulai.
Adakah Kehidupan di Satelit Planet Raksasa ?
Di Tata Surya, selain pada planet indikasi keberadaan air juga ditemukan pada dua satelit planet raksasa. Keduanya adalah Europa satelit milik Jupiter, dan Titan satelit Saturnus. Kok bisa ada air di tempat yang notabene jauh dari Matahari?
Pada satu waktu, para peneliti mempercayai kalau permukaan Europa yang dingin diselubungi oleh lapisan es yang padat. Foto yang diambil penjejak angkasa Galileo mengungkapkan kalau permukaan putih esnya ditandai oleh garis panjang berwarna dengan beberapa kawah akibat tumbukan. Kurangnya kawah dan retakan pada permukaan es menandakan ada sesuatu yang secara konstan memecah dan menggantikan es tersebut. Kemungkinan berasal dari lautan dibawah lapisan es tersebut. Darimana lautnya berasal? Tampaknya, gravitasi pasang surut yang ditimbulkan Jupiter cukup kuat untuk bisa membentuk pemanasan internal. Pemanasan internal inilah yang digunakan untuk menjaga keberadaan air dalam bentuk cairan.
Alternatif untuk membuktikan keberadaan kehidupan pada suhu yang dingin adalah dengan meneliti Danau Vostok yang terkubur 4km dibawah antartika. Dari penggalian sedalam 120 meter ditemukan adanya kehidupan dalam inti es. Dengan kata lain mungkin saja di Europa ada kehidupan.
Disisi lain, Titan, bulan terbesar Saturnus memiliki atmosfer yang tebal. Komponen utama atmosfer di Titan adalah Nitrogen, diikuti oleh Argon dan Metana dalam jumlah yang lebih kecil. Selain itu atmosfer Titan juga ditemukan senyawa organik seperti hidrokarbon cair. Hidrokarbon ini terbentuk sebagai metana, dan mendominasi lapisan atas atmosfer. Sementara itu cairan hidrokarbonnya diperkirakan menjadi hujan bagi permukaan Titan. Hujan hidrokarbon inilah yang membentuk danau besar di permukaan Titan. Selain itu hujan ini juga menciptakan kondisi yang mirip dengan Bumi purba saat kehidupan terrestrial baru dimulai.
Di Bumi, ketersediaan Metana berasal dari hasil metabolisme berbagai organisme. Karena itu, jika memang Titan merupakan perwujudan dari Bumi purba, Metana yang ada disana bisa dikatakan merupakan tanda kehidupan. Jika ditilik dari temperaturnya, Titan tidak termasuk tempat yang nyaman untuk dihuni, jika mengacu pada kehidupan Bumi. Di Titan, air ditemukan dalam bentuk es karena temperaturnya terlalu dingin (-180 derajat Celsius).
Pencarian Ekstrasolar Planet
Extrasolar planet pertama kali ditemukan pada pulsar. Namun pada tahun 1995 astronom asal Swiss, Michel Mayor dan Didier Queloz menemukan extrasolar planet pertama pada bintang mirip Matahari yakni 51 Pegasi. Semenjak itu sistem extrasolar planet lain mulai banyak, termasuk free floating planet (planet yang mengambang bebas tidak mengitari bintang induk). Free floating planet diperkirakan merupakan planet yang terlontar dari sistem planetnya.
Sampai saat ini planet yang ditemukan pada sistem ekstrasolar planet masih berkisar pada planet gas raksasa bermassa Jupiter dan Saturnus. Dan keberadaan Bumi dalam sistem ekstrasolar belum diketahui. Tapi jika ada, apakah planet-planet tersebut bisa stabil atau justru hancur sebelum kehidupan sempat berevolusi. Saat ini semua masih misteri tapi yang pasti pencarian terus berlanjut.
Pencarian Bumi lain terus berlanjut. Mungkin suatu hari kita tidak hanya menemukan saudara kembar Bumi di sudut lain alam semesta tapi juga kehidupan lain yang selama ini diimajinasikan dalam film fiksi sains.

Habitable zones assume that liquid water on the surface of a planet is essential for life – and that might not be true

Tidak ada komentar:

Posting Komentar